Analisis Kesulitan Keuangan (Financial Distress)

Kondisi keuangan perusahaan dapat dibagi ke dalam 4 (empat) kategori yaitu :

  1. Sound atau lancar adalah suatu kondisi dimana aktivitas perusahaan berjalan dalam bisnis normal yang tercermin dari kemampuan menghasilkan laba optimum.
  2. Distress atau kesulitan adalah suatu kondisi dimana margin perusahaan semakin menurun dan mengalami penyimpangan (deviasi) dibandingkan dengan kondisi normalnya. Sehingga, perusahaan kesulitan menutup biaya operasional dan kewajiban kepada pemberi pinjaman. 
  3. Default atau gagal bayar adalah suatu kondisi dimana perusahaan tidak mampu membayar kewajiban sesuai perjanjian kepada pemasok dan/atau pemberi pinjaman. Default jika dicermati maknanya ada kemiripan dengan Pailit, dimana dalam UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yaitu “tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.” 
  4. Bankruptcy atau bangkrut adalah suatu kondisi dimana perusahaan tidak mempunyai kemampuan menghasilkan laba atau rugi berkepanjangan dan berujung pada gulung tikar. Istilah bangkrut tidak terdapat di UU Nomor 37. Merefer pada KBBI, bangkrut adalah menderita kerugian besar hingga jatuh (tentang perusahaan, toko, dan sebagainya); gulung tikar; perusahaan itu hampir bangkrut karena selalu rugi; habis harta bendanya; jatuh miskin. 

Berdasarkan 4 (empat) kategori tersebut, maka analisa kesulitan keuangan menjadi sangat penting, karena kesulitan keuangan bisa menjadi pemicu gagal bayar atau bangkrut. 

Menurut Hillier (2012), definisi financial distress sebenarnya tidak mudah. Karena ada beragam kejadian yang dapat menimpa perusahaan yang sedang mengalami financial distress antara lain :
1. Pengurangan Dividen,
2. Penutupan Pabrik,
3. Mengalami Kerugian,
4. Adanya Pemutusan Hubungan Kerja (lay off),
5. Pengunduran diri CEO, dan
6. Harga saham jatuh

Kejadian dimaksud bisa hanya satu atau kombinasi beberapa kejadian secara simultan.

Kesulitan keuangan tidak selalu berujung pada default atau pailit, apalagi bangkrut. Perusahaan yang tergabung dalam suatu grup usaha yang terdiversifikasi pada banyak bidang usaha berpeluang lebih tinggi going concern karena mendapatkan rescue dari grupnya. Sehingga, bilamana penyebab distress karena bisnis normal, akan berpeluang mengalami recovery. 

Penelitian yang dilakukan oleh Platt and Platt (2006) menemukan uji statistik menolak hipotesis bahwa kesulitan keuangan dan kebangkrutan adalah proses yang sama. Kesulitan keuangan perusahaan terjadi karena kinerja perusahaan di bawah ekspektasi dan kebangkrutan terjadi karena utang (debt) yang berlebih.

Referensi:

  1. Hillier, David., Ross, Stephen., Westerfield, Randolph., Jaffe, Jeffrey., & Jordan, Bradford. 2012. Coporate Finance. 1st European Edition, McGraw-Hill.
  2. Harlan D. Platt and Marjorie B. Platt. 2006. Understanding Differences Between Financial Distress and Bankruptcy.




1 comment:

  1. Ternyata analisa kesulitan keuangan menjadi sangat penting, terimakasih informasinya

    ReplyDelete