4 Pilar Penerapan Manajemen Risiko

Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum paling kurang mencakup 4 (empat) pilar yaitu:
  1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi; 
  2. Kecukupan kebijakan, prosedur dan penetapan limit; 
  3. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko serta sistem informasi Manajemen Risiko; dan 
  4. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh. 

Pilar Penerapan Manajemen Risiko berlaku pada seluruh jenis risiko yang terdiri dari 8 (delapan) jenis risiko yaitu Risiko Kredit; Risiko Pasar; Risiko Likuiditas; Risiko Operasional; Risiko Hukum; Risiko Reputasi; Risiko Stratejik; dan  Risiko Kepatuhan.

Pada kesempatan ini yang akan diuraikan hanya Pilar Penerapan Manajemen Risiko pada Risiko Kredit. Mengapa? Karena, sumber risiko terbesar yang dihadapi semua Bank berasal dari Risiko Kredit. Risiko ini terjadi karena debitur gagal memenuhi kewajiban (default) kepada Bank. Akibat default, timbul kredit (loan) bermasalah atau Non Performing Loan (“NPL”). 

Persentase NPL dibandingkan total loan yang meningkat melewati ambang batas, misalnya 5% gross atau net, akan menjadi lampu merah bagi pengelolaan kredit di suatu Bank.

Tiga huruf yang namanya NPL "ibarat nila setitik rusak susu satu gelas." Tiga huruf NPL bisa menjadi pemicu antara lain Risiko LikuiditasRisiko Reputasi. Karena NPL, cadangan kerugian harus dibentuk lebih banyak dan bisa berujung pada bank mengalami rugi (loss) alias tidak ada laba (return). Padahal, salah satu indikator keuangan yang dinilai oleh lenders atau investor adalah positive return yang dinyatakan dalam rasio Return on Investment (ROI) atau Return on Equity (ROE).

Risiko Likuiditas akan terjadi bilamana para lender panik atau menghindari potensi risiko dengan membekukan fasilitas (freeze line facility) likuiditas  antar bank dan atau tidak memperpanjang pendanaan (funding) yang telah diberikan. Suatu aksi yang sebaiknya tidak gegabah dilakukan karena tidak membantu memberikan solusi kepada counterparty. Dan karena alasan potensi risiko naik lantas menaikkan beban bunga plus risk premium juga tidak memberikan solusi.

Risiko Reputasi lembaga keuangan bank akan merosot, trust and confidence para lenders akan menurun. Sumber Daya Manusia (SDM) di lembaga itu juga akan menjadi pertanyaan, terutama keahlian dan pengetahuan (skill and knowledge) yang dimiliki dalam mengelola lembaga. Padahal, bisa saja unit-unit pendukung (middle and back office) mempunyai kemampuan yang baik, namun karena unit bisnis tidak berhasil mempertahankan kualitas akun yang di-handle, maka lembaga pun terpapar NPL. 

Menjadi sangat penting untuk selalu mereview Pilar Penerapan Manajemen Risiko pada Jenis Risiko Kredit sesuai dengan pedoman dari peraturan yang harus menjadi dasar berpijak. Risiko Kredit yang dimaksud disini untuk direview adalah Risiko Kredit dalam rangka Kredit Yang Diberikan (KYD) untuk Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI). Mengapa? Karena Risiko Kredit terbesar ada di sini.

Ada Risiko Kredit yang lain, namun porsinya biasanya tidak dominan sehingga sementara tidak di review di sini. Aktivitas itu terdapat  di berbagai instrumen keuangan  seperti surat berharga, akseptasi, transaksi antar Bank, transaksi pembiayaan perdagangan, transaksi nilai tukar dan derivatif, serta kewajiban komitmen dan kontinjensi.

Kembali ke Risiko Kredit KYD,  Risiko Kredit dapat meningkat karena terkonsentrasinya penyediaan dana, antara lain pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha (sektor) tertentu. Risiko ini lazim disebut Risiko Konsentrasi Kredit (Credit Concentration Risk).


Referensi :
  • Otoritas Jasa Keuangan, SEOJK Nomor 34/SEOJK.03/2016 tanggal 1 September 2016, tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum.
  • Otoritas Jasa Keuangan, SEOJK NOMOR 39/SEOJK.03/2016 tanggal 13 September 2016, tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan Bagi Calon Pemegang Saham Pengendali, Calon Anggota Direksi, dan Calon Anggota Dewan Komisaris Bank.



No comments:

Post a Comment