Riset Financial Distress / Bankrupt

Sumber: www.teninsider.com 
Riset analisa perusahaan banyak dilakukan oleh mahasiswa, terutama mahasiswa strata satu dengan topik bahasan tentang analisa kesulitan keuangan atau analisa kebangkrutan perusahaan. Riset yang dilakukan menggunakan indikator keuangan berupa rasio-rasio keuangan.

Rasio-rasio keuangan adalah data keuangan perusahaan yang diolah dari laporan neraca dan laba rugi perusahaan secara tahunan. Pada umumnya, data keuangan perusahaan diperoleh dari  Laporan Keuangan Tahunan (Annual Report) Audited perusahaan yang telah go public di Bursa Efek.

Ada 2 kategori hasil riset analisa perusahaan yang dapat digunakan dan atau dibuat terkait kesulitan keuangan yaitu :
  1. Model Siap Pakai (MSP) yang telah dipublikasi di Jurnal ternama. Pada MSP ini, peneliti cukup memasukkan variabel yang disebutkan dalam model sudah bisa menilai perusahaan bangkrut dan non-bangkrut serta Grey Area. Beberapa contoh MSP yaitu (1) Altman Z-Score Model (1968), (2) Springate Model (1978),(3) Ohlson Model (1980), (4) Zmijewski Model (1984), Shumway Hazard Model (2001), Blums D Score Model (2001), dan Grover Model (2001).
  2. Model Bikin Sendiri (MBS) berpatokan pada sejumlah hasil penelitian sebelumnya. Pada MBS ini, peneliti menguji puluhan indikator keuangan untuk menemukan model yang memberikan hasil estimasi pembeda atau correctly classified  tertinggi.
Awal mula MSP adalah MBS juga. Para Peneliti MSP berani mempublikasikan modelnya karena sudah melewati prosedur ilmiah dan diuraikan dengan penuh integritas.

MSP atau MBS pada umumnya  menggunakan Metode Statistik sebagai berikut :
  1. Univariate Analysis (UA), William H. Beaver (1966).
  2. Multivariate Discriminant Analysis (MDA), digunakan oleh Edward I. Altman  (1968), Patterson (2001).
  3. Linear Probability, Meyer and Pifer (1970).
  4. Logit Regression, Ohlson (1980), Blums (2003).
  5. Probit Regression, Zmijewski (1984).
  6. Recursive Partitioning Algorithm, (Frydman et al., 1985)
  7. Neural network, Messier and Hansen, (1988), Guan (1993), Tsukuda and Baba (1994), El-Temtamy (1995).
Pertanyaannya adalah lebih baik mana MSP atau MBS? Jawabannya adalah dua-duanya baik. 

Kalau mau lebih baik lagi, lakukan pengujian menggunakan data internal di lembaga masing-masing. Bandingkan correctly classified tertinggi antara MSP dan MBS.


Sayangnya menghasilkan MBS mensyaratkan keahlian mumpuni atas ilmu statistik dan ilmu keuangan. Belum tentu semua institusi mempunyai sumber daya manusia dan software yang dibutuhkan untuk menghasilkan MBS. Itulah mengapa lembaga keuangan termasuk paling banyak menggunakan MSP daripada MBS.  

No comments:

Post a Comment